
parenting
Bau Nyale Tradisi Tangkap Cacing Laut, Makanan Tinggi Nutrisi untuk Anak Khas Lombok
HaiBunda
Kamis, 16 Feb 2023 22:00 WIB

Setiap daerah memiliki keanekaragaman hayati yang dijadikan sumber daya lokal ya, Bunda. Di Lombok sendiri, ternyata di sana memiliki tradisi menangkap cacing laut atau disebut sebagai Bau Nyale.
Bau Nyale sendiri turut dijadikan festival yang dimasukkan ke dalam kalender Kharisma Event Nusantara (KEN) 2023. Biasanya, ini berlangsung hanya dalam beberapa hari dan dilakukan dari sekitar jam 10 malam hingga 5 dini hari sebelum matahari terbit.
Nyale alias cacing laut ini diburu untuk dijadikan makanan, Bunda. Siapa sangka, nyale menjadi salah satu dari ragam pangan yang bisa menjadi sumber protein hewani.
Tentu saja, bahan pangan yang satu ini sangat baik untuk memenuhi gizi anak dan mencegah stunting. Poin pentingnya, kandungan protein nyale pun terhitung tinggi, lho.
Ya, kadar protein hewani nyale terhitung sebanyak 43,84 persen. Bahkan, ini terbilang jauh melampaui kandungan yang ada pada telur ayam maupun susu sapi.
"Sedangkan telur ayam mengandung 12,2 persen dan susu sapi sekitar 3,5 persen," tutur dokter spesialis gizi klinik, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK dalam Aksi Gizi Generasi Maju yang diselenggarakan Danone Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Selain protein hewani, nyale juga memiliki kadar zat besi yang tak kalah tinggi. "Serta memiliki kadar zat besi yang cukup tinggi mencapai 857 ppm. sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat (80 ppm)," sambungnya.
Bagi warga sekitar, makan cacing laut khas Lombok ini memang bukan hal yang aneh. Meski terkesan geli, Bunda yang berkesempatan ikut meramaikan festival Bau Nyale tak perlu ragu untuk mencobanya, ya.
Walau secara fisik tak jauh berbeda dengan cacing tanah, sumber protein hewani yang satu ini aman untuk dikonsumsi. Disebut Nurul, ini karena cacing laut hanya muncul berdasarkan musim dan tingkat kebersihannya lebih tinggi.
"Nyale itu keanekaragaman lokal sini (Lombok), memang kandungan proteinnya tinggi. Kita enggak perlu takut karena cacing laut munculnya sekali setahun, dalam kondisi tertentu, dan dipengaruhi oleh musim."
"Berbeda dengan cacing tanah yang harus dihindari, terutama dia ada telur yang berbahaya. Nyale ini dari segi higieniesnya beda," sambungnya.
Sebelum mengakhiri penjelasan soal nyale si cacing laut, Nurul juge mengingatkan agar bahan pangan ini diolah dengan benar. Tidak lupa, memasaknya harus sampai matang untuk menghilangkan bakteri yang ada di dalamnya.
"Ini juga harus dibersihkan, diolah sampai matang."
"Sampai matang, kalau enggak nanti bakteri yang terkontamonasi di dalamnya jadi penyakit seperti diare karena ada salmonella," pesannya.
Simak kelanjutannya di halaman berikut ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!Â
Simak juga pentingnya kandungan protein hewani untuk mencegah stunting pada anak dalam video berikut:
FESTIVAL BAU NYALE DAN DONGENG PUTRI MANDALIKA
Mengenal Bau Nyale Tradisi Tangkap Cacing Laut, Sumber Protein Hewani Tinggi Khas Lombok/Foto: Getty Images/iStockphoto/Harry Allan Papendang
Mengutip laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, secara etimologis Bau Nyale terdiri dari 2 suku kata, yakni 'Bau' yang berarti menangkap dan 'Nyale' adalah cacing laut yang tergolong jenis filumannelida.
Bau Nyale salah satu tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Lombok Tengah sejak ratusan tahun silam. Berdasarkan isi babad sasak yang dipercaya oleh masyarakat, tradisi ini berlangsung sejak sebelum 16 abad silam.
Tradisi ini dilangsungkan setiap tanggal 20 bulan 10 menurut perhitungan penanggalan tradisional Sasak atau sekitar bulan Februari bertempat di Pantai Seger, Kuta, Lombok Tengah. Menariknya, tradisi ini berkaitan dengan cerita mitos Putri Mandalika.
Menurut kisah diceritakan, Putri Mandalika adalah seorang putri yang berparas cantik dan berbudi luhur, sehingga diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan. Namun Sang Putri memilih jalan lain untuk hidupnya, ia tidak menerima pinangan tersebut.
Namun pilihan itu justru dapat menimbulkan bencana besar yang mengakibatkan kerugian banyak orang. Sampai pada akhirnya, Putri Mandalika rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keselamatan orang banyak, dengan membuang dirinya ke tengah lautan dan menjelma menjadi nyale.
Prosesi Tradisi Bau Nyale diawali dengan diadakannya sangkep wariga, yaitu pertemuan para tokoh adat untuk menentukan hari baik untuk melangsungkan tradisi ini. Kemudian dilanjutkan dengan mepaosan, yaitu pembacaan lontar yang dilakukanoleh para mamik (tokoh adat) sehari sebelum pelaksanaan Tradisi Bau Nyale.
Prosesi ini harus dilaksanakan di bangunan tradisional dengan tiang empat yang disebut dengan Bale Saka Pat. Pembacaan lontar ini dengan juga diikuti dengan menggemakan beberapa nyayian tradisional.
Beberapa alat yang dipakai dalam prosesi Bau Nyale yakni daun sirih, kapur, kembang setaman dengan Sembilan jenis bunga, dua buah gunungan yang berisi jajan tradisional khas Sasak, serta buah-buahan lokal.
Dini hari sebelum masyarakat mulai turun ke laut untuk menangkap nyale, para tokoh adat menggelar sebuah upacara adat yang diberinama Nede Rahayu Ayuning Jagad. Dalam prosesi ini, para Tetua Adat Lombok berkumpul dengan posisi melingkar, ditengah-tengah mereka diletakkan jajanan serta buah-buahan yang berbentuk gunungan.
ARTIKEL TERKAIT

Parenting
5 Pertimbangan Penting Pilih Buku Anak, Judul hingga Bahasa

Parenting
5 Manfaat Baby Spa untuk Tumbuh Kembang Si Kecil

Parenting
Mengenal Fungal Acne pada Anak dan Cara Mengatasinya

Parenting
10 Pengobatan Alami untuk Mengatasi Demam Anak, Bunda Perlu Tahu

Parenting
Anak Sering Terbangun Tengah Malam? 3 Hal Ini Bisa Jadi Penyebabnya


7 Foto
Parenting
7 Potret Gaya Artis Muda Gendong Bayi, dari Angel Pieters hingga Jessica Mila
HIGHLIGHT
HAIBUNDA STORIES
REKOMENDASI PRODUK
INFOGRAFIS
KOMIK BUNDA
FOTO
Fase Bunda