

Bundapedia
Aborsi
Annisa Karnesyia | Haibunda
Aborsi dan keguguran adalah dua istilah medis yang berbeda, namun kerap disamakan artinya. Kata aborsi dalam Bahasa Inggris adalah abortion, sedangkan keguguran disebut miscarriage atau spontaneous abortion (aborstus atau aborsi spontan).
Lalu apa beda aborsi dan keguguran?
Menurut Kamus Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), abortion adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Berdasarkan penyebabnya terdapat dua macam abortus yaitu abortus disengaja (induced abortion) dan tidak disengaja (spontaneous abortion).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Spontaneous abortion atau keguguran adalah kehamilan yang berakhir prematur secara spontan (alamiah) pada usia embrio atau janin di bawah 20 minggu kehamilan (18 minggu setelah pembuahan) atau, bila usia kehamilan tidak diketahui, dan berat embrio atau janin kurang dari 400 gram.
Sedangkan dilansir laman Emedicine Health, aborsi adalah istilah yang mengacu pada penghentian kehamilan. Ini dapat terjadi dengan bantuan intervensi medis, seperti obat-obatan, prosedur pembedahan, atau terjadi dengan sendirinya.
Sementara itu, keguguran disebut aborsi spontan (spontaneous abortion), yang mengacu pada keguguran sebelum usia kehamilan 20 minggu, dengan berat embrio atau janin kurang dari 500 gram.
Praktik aborsi di Indonesia
Dilansir laman Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 73 juta praktik abortus disengaja (induced abortion) terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Menurut data, 6 dari 10 merupakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain itu, sekitar 45 persen dari semua aborsi dilakukan secara tidak aman, di mana 97 persen terjadi di negara berkembang. Aborsi yang tidak aman harus dihindari karena bisa menjadi penyebab utama kematian ibu dan masalah kesehatan. Selain menyebabkan komplikasi kesehatan fisik dan mental, aborsi tidak aman juga dapat menimbulkan beban sosial bagi perempuan, masyarakat, dan sistem kesehatan.
Di Indonesia, aturan terkait aborsi telah diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal 75 ayat (1) disebutkan bahwa, "Setiap orang dilarang melakukan aborsi."
Kemudian, dalam pasal 75 ayat (2) dijelaskan bahwa larangan yang dimaksud dapat dikecualikan berdasarkan:
- Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
- Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Tindakan aborsi sebagaimana dimaksud ayat 2 hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
![]() |
Keguguran
Keguguran atau abortus spontan dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak disadari, Bunda. Sebagian besar keguguran berada di luar kendali ibu hamil dan terjadi karena janin berhenti tumbuh.
Dilansir Cleveland Clinic, kelainan kromosom menyebabkan sekitar 50 persen dari semua kasus keguguran pada trimester pertama (hingga 13 minggu) kehamilan. Gejalanya juga dapat bervariasi dan biasanya tidak sama pada setiap orang.
Berikut beberapa gejala keguguran yang umum dialami:
- Muncul bercak berat
- Perdarahan vagina
- Keluarnya jaringan atau cairan dari vagina Bunda
- Sakit perut parah atau kram
- Sakit punggung ringan hingga berat
Jenis abortus atau keguguran
Terdapat beberapa jenis atau macam abortus atau keguguran. Masing-masing jenis memiliki penanganan yang berbeda oleh dokter atau tenaga medis.
Melansir dari beberapa sumber, berikut 6 jenis abortus atau keguguran:
1. Abortus imminens
Dikutip dari laman Pregnancy Birth Baby, ketika tubuh menunjukkan tanda-tanda keguguran, ini disebut abortus imminens atau threatened abortion. Pada kondisi ini, wanita dapat mengalami perdarahan vagina ringan atau nyeri perut bagian bawah, yang berlangsung berhari-hari atau berminggu-minggu. Keluhan dapat terjadi meski serviks masih tertutup.
Bila rasa sakit dan perdarahan masih dapat teratasi, wanita dapat melanjutkan kehamilannya. Namun, jika keluhan terus memburuk, maka keguguran dapat terjadi.
Jarang ada yang bisa dilakukan oleh dokter atau bidan untuk mencegah keguguran. Di masa lalu bedrest sangat direkomendasikan, tetapi tidak ada bukti ilmiah bahwa hal ini dapat mencegahnya.
2. Abortus insipiens
Abortus insipiens atau keguguran yang tak terhindarkan bisa terjadi setelah abortus imminens dan tanpa peringatan. Biasanya, pada kondisi ini terjadi lebih banyak perdarahan vagina dan kram perut bagian bawah.
Selama abortus insipiens, serviks mungkin sudah terbuka. Janin yang berkembang akan keluar saat terjadi perdarahan.
3. Abortus lengkap (komplet)
Keguguran lengkap terjadi ketika semua jaringan kehamilan telah meninggalkan rahim. Perdarahan vagina dalam kondisi ini dapat berlanjut selama beberapa hari.
Selain itu, wanita yang mengalami abortus lengkap juga dapat mengalami nyeri dan kram seperti persalinan atau nyeri haid yang kuat, karena rahim terus berkontraksi.
Jika mengalami keguguran di rumah atau di tempat lain tanpa adanya petugas kesehatan, maka sebaiknya ibu hamil segera melakukan pemeriksaan ke dokter atau bidan untuk memastikan keguguran sudah tuntas.
4. Abortus yang tidak lengkap (inkomplit)
Pada abortus tidak lengkap, beberapa jaringan kehamilan akan tertinggal di dalam rahim. Perdarahan vagina dan kram perut bagian bawah dapat berlanjut saat rahim terus berusaha mengosongkan isinya.
Dokter atau bidan perlu menilai apakah prosedur singkat, seperti kuret, perlu atau tidak dilakukan untuk mengangkat jaringan kehamilan yang tersisa. Pasien yang menjalani kuret mungkin membutuhkan rawat inap untuk pemulihan.
5. Abortus yang terlewatkan
Keguguran bisa saja terjadi tanpa gejala dan disadari. Akibatnya, janin yang sudah mati tidak terdeteksi dan tetap berada di dalam rahim. Kondisi ini dikenal sebagai 'keguguran yang terlewatkan'.
Bila ibu hamil mengalami keguguran ini, ia mungkin akan mengalami keputihan abnormal yang berwarna kecoklatan. Beberapa gejala kehamilan, seperti mual dan kelelahan, juga mungkin sudah hilang. Bila merasa ada yang tak beres dengan kehamilan, ibu hamil sebaiknya segera periksa ke dokter dan harus mendiskusikan pilihan perawatan yang tepat.
6. Abortus berulang
Sejumlah kecil wanita dapat mengalami abortus atau keguguran berulang. Bila ini adalah keguguran yang ketiga atau lebih dan terjadi secara berturut-turut, Bunda sebaiknya segera diskusikan dengan dokter.
Fokus utama bila mengalami abortus berulang adalah mencari penyebabnya. Apalagi bila Bunda sedang menjalani program hamil dan menanti momongan.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!